Saturday, February 1, 2014

Acara TV yang Semakin Memperbodoh Negeri

Menjelang malam adalah saat-saat dimana banyak orang menghentikan aktivitas mereka yang sibuk dan padat. Kebanyakan dari mereka menggunakan waktu luang ini untuk bersantai berkumpul dengan keluarga. Tak jarang pula yang berkumpul di depan televisi mereka untuk menyaksikan acara kesayangan. Namun muncul keluhan-keluhan ataupun uneg-uneg yang dirasakan oleh beberapa orang mengenai acara TV yang semakin hari semakin memperbodoh anak negeri. Kebanyakan dari mereka bisa dibilang berasal dari kalangan intelek yang prihatin dengan tayangan yang mewarnai negeri ini.

Orang-orang yang mengeluh mengenai hal tersebut hanya dapat berguman dan menghindari acara yang tak layak bagi kemajuan mereka. Hampir semua stasiun televisi di Indonesia hanya memburu rating bagi acara mereka yang notebene meningkatkan pendapatan mereka sendiri. Hal terburuknya adalah acara yang memiliki rating tinggi adalah acara hiburan yang tak berkontribusi untuk memasok pengetahuan masyarakat. Bahkan mereka malah membuat acara yang memperbodoh warga. Seolah pemilik stasiun TV adalah orang-orang egois yang memburu keuntungan semata tanpa memperhatikan kebutuhan ilmu bagi masyarakat luas. Ironisnya, masyarakat Indonesia maupun stasiun TV murahan memiliki pemikiran buruk yang sama.


Sebenarnya, penonton TV itu seperti Piramid terbalik. Yang paling banyak nonton adalah yang merupakan kelas ekonomi bawah. Artinya ketika sebuah acara TV ratingnya bagus, maka itu bukan menandakan program tersebut banyak ditonton orang, tapi menandakan bahwa program TV itu banyak ditonton oleh masyarakat kelas bawah.

Sistem survey Nielsen Media Research juga disesuaikan dengan strata ekonomi para penonton TV. Misalnya, dari 100 responden, 50% adalah dari strata ekonomi bawah, 30% ekonomi menengah, 20% ekonomi atas. Mengapa angkanya tidak rata, karena kenyataannya memang yang nonton jumlahnya tidak rata. Kalau angkanya dibuat sama, maka hasil risetnya tidak akan akurat menggambarkan kenyataan di lapangan

Itulah mengapa banyak program TV yang terpaksa di “Dumb it down” atau dibikin “goblok” demi mendapatkan perhatian masyarakat kelas bawah.

Lucunya, atas alasan pencitraan, sejumlah stasiun TV mengaku kepada saya mereka butuh program program kelas menengah ke atas. Stasiun stasiun TV ini mulai kewalahan menyuguhkan program program TV kelas bawah karena iklan yang masuk akhirnya untuk masyarakat kelas bawah yang notabene bukan perusahaan besar dan kurang mampu bayar mahal. Sebagai ilustrasi, anda tidak akan pernah melihat iklan BMW di Indosiar.

Namun TV dengan sasaran penonton kelas menengah ke atas juga kewalahan karena iklan iklan tidak ada yang masuk, pengiklan tidak mau pasang di TV tersebut karena penontonnya sedikit.

Harusnya pengiklan tidak memasang iklan dengan ditentukan dari berapa banyak orang yang menonton, tapisiapa yang menonton.
---------------
Saya jadi ingat Dave Chappelle, yang setelah punya reputasi hebat sebagai Stand-Up Comedian ditawarin membuat program TV The Dave Chappelle Show.

Setelah 2 season yang super sukses, thn 2005 Viacom sebagai induk perusahaan Comedy Central menawarkan kontrak season 3 & 4 sebesar $ 55.000.000,- atau sebesar Rp 550 milyar. Sekadar info, 1 season adalah 13 episode. Untuk acara mingguan maka artinya 2 season itu tayang sepanjang 6 bulan kurang lebih.

Dave Chappelle menolak kontrak tersebut, dan bersama anak istrinya pindah ke Afrika untuk hidup tenang sebelum akhirnya kembali ke Amerika Serikat.

Pertanyaanya kemudian, mengapa Dave meninggalkan uang begitu banyak?

Jawabannya, terselip di panggung ketika dia sedang dalam pertunjukan Stand-Up Comedy di 2004. Salah satu penonton sepanjang malam nge-heckle Dave (heckle atau heckling adalah ketika ada penonton yang sepanjang pertunjukan teriak teriak mencoba menarik perhatian komika yang di atas panggung). Heckler tersebut teriak berulang ulang ”Im Rick James, Bitch!”. Sebuah kalimat terkenal (catch frame) dari acara The Dave Chappelle Show.

Dave kesal, kemudian pergi meninggalkan panggung. Beberapa menit kemudian dia kembali ke atas panggung dan berkata..

“You know why my show is good? Because the network officials say you’re not smart enough to get what I’m doing, and every day I fight for you. I tell them how smart you are. Turns out, I was wrong. You people are stupid”

Tahun 2005 Chappelle memutuskan tidak mengambil kontrak yang ditawarkan Viacom. Dave menyatakan tidak suka dorongan kreatif program TVnya diarah arahkan demi rating. Dave bilang harusnya program tersebut formatnya seperti film mini, tapi viacom inginnya dibuat sketsa seperti yang terjadi di season 1 dan 2. Tentunya atas permintaan viacom. Dave merasa penontonnya cukup cerdas untuk memahami komedi yang ditawarkannya, stasiun TV berpikir sebaliknya, mereka merasa penonton TV kebanyakan ekonomi bawah dan tidak apresiatif terhadap hal hal yang cerdas.
--------
Pada satu kesempatan, saya pernah berbincang dengan Pak Jose Rizal Manua, pimpinan Teater Tanah Air. Pertunjukan teater di mana pemainnya adalah 100% anak anak. Beliau bersama TTA pernah meraih juara pertama pada Festival Teater Anak-anak Dunia ke-9 di Lingen, Jerman tahun 2006. Pulang ke Indonesia, beliau menawarkan pertunjukan tersebut untuk ditayangkan di TV. Seluruh stasiun TV jawabannya sama: “Penonton nggak ngerti dikasi beginian”. 

Pak Jose bertanya balik “Kok bisa nggak ngerti? Wong ini bisa jadi juara dunia di depan penonton jepang, jerman, inggris, dan negara negara lain sementara bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Orang asing yang ga bisa bahasa Indonesia aja ngerti bahkan jadi juara, kenapa rakyat Indonesia sendiri dibilang ga ngerti?”

Sayang, stasiun TV tetap pada pendiriannya. Suguhan teater juara dunia ini tidak ditayangkan.
-------
Pemerintah sebaiknya buat UU utk menjamin tayangan TV berkualitas (di Belanda, pemerintahnya mewajibkan semua stasiun TV menayangkan program dokumenter sebanyak 20% dari total program mereka)

Klien harus mulai lebih berani dalam mengambil keputusan periklanan. Yang ini pergeserannya sudah mulai terlihat.

Nielsen Media Research harusnya ada yang mengawasi, seperti di luar negeri, lembaga lembaga rating diawasi oleh lembaga Independen. Ini penting mengingat NMR adalah pemain satu satunya saat ini di Indonesia. Ada sih pemain lain tapi tidak jadi hitungan. Seperti Cineplex 21 dan Blitz Megaplex. Mereka bersaing? Come on, be real. Its still a monoply.

Power tends to corrupt, absolut power corrupts absolutely.
Lets move it.
Seharusnya masyarakat dapat mengerti penting atau tidaknya bahkan manfaat atau bahayanya suatu acara yang memperbodoh warga ini. Kebanyakan dari orang-orang yang sadar cenderung menghabiskan waktunya dengan menyaksikan berita di beberapa stasiun TV yang rela tak memiliki iklan hanya demi mencerdaskan bangsa lewat tayangan mereka. Bagi para penikmat acara televisi cenderung memilih kartun untuk acara hiburan, atau film luar yang meskipun sedikit berbeda kebudayaanya tapi tetap menyelipkan suatu pembelajaran.

Sebenarnya kartun atau anime juga menyelipkan pembelajaran yang ditampilkan walaupun tak kasat mata, biasanya anime dari jepang memberi banyak hikmah yang dapat dipetik bagi penonton yang mau memahaminya. Bahkan kartun spongebob yang banyak orang menganggapnya tak masuk akal tetap menampilkan pelajaran-pelajaran yang cukup sederhana. Sayangnya image kebanyakan orang beranggapan bahwa kartun hanya untuk anak kecil, padahal tidak seperti itu seharusnya, orang tua pun boleh menikmatinya. Orang tua saya juga suka kartun naruto dan avatar, hehe. Dan sebagian orang lainnya lebih menikmati browsing di internet dan membaca buku.

Orang yang sadar akan bahaya tayangan televisi di Indonesia juga tak akan membiarkan keluarganya, terutama anak-anak menyaksikan acara hiburan khas Indonesia. Sebagian orang juga menjadi fanatik film barat, anime jepang, atau drama korea, hal ini merupakan pelarian dari sinetron yang tak mendidik dan menguatkn emosi semata.

Satu-satunya cara untuk mendongkrak perfilman di Indonesia adalah dengan adanya keseragaman dan kekompakan seluruh rakyat Indonesia untuk tidak menyasikan acara yang tak bermanfaat. Dengan begitu, rating mereka akan rendah dan tidak akan bertahan lama. Atau jika memang suatu acara sudah sangat keterlaluan dapat dilaporkan ke KPI. Baru-baru ini ada dua acara yang medapat sanksi dari KPI dengan dikuranginya jam tayanag selama 30 menit kepada Pesbukers dan Dahsyat.


Let’s move it!

No comments:

Post a Comment